KONGRES Umat Islam Indonesia (KUII) V yang telah berlangsung selama tiga hari ditutup secara resmi Wapres RI Boediono, di Gedung Serbaguna Tiga Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Minggu (9/5).
Dalam sambutannya Wapres mengatakan bahwa pemerintah akan bersungguh-sungguh memperhatikan saran, masukan dan rekomendasi dari KUII ini.
Menurutnya, rekomendasi yang diberikan sudah tepat, karena saat ini pemerintah sementara merumuskan program sehingga diperlukan adanya saran dari hasil kongres yang merupakan perhelatan akbar ormas Islam ini.
Pembangunan bidang agama merupakan bagian integral dalam pembangunan Indonesia, khususnya perbaikan akhlak dan karakter. Diperlukan sinergi antara pemerintah dan Ormas Islam untuk mengambil peran sesuai fungsi masing-masing.
Wapres berharap melalui kongres KUII dapat dijadikan momentum perubahan bangsa ke depannya.
Ketua Pengarah Prof Din Syamsuddin mengatakan dalam sambutannya, diperlukan adanya kemitraan yang sejati antara umat Islam dan Pemerintah. Maju mundurnya bangsa Indonesi tergantung kemajuan yang dimiliki umat Islam.
Prof Din banyak memberikan saran konstruktif mengingatkan pemerintah untuk tidak membuka selebar-lebarnya perekonomian kapitalis yang dapat mengabaikan pemerataan di tengah masyarakat.
Diperlukan adanya kemitraan yang strategis yakni tindakan keberpihakan yang nyata dari pemerintah tidak sebatas retorika semata.
Umat Islam akan selalu menjalankan prinsip amar ma’ruf nahi mungkar. Umat akan jadi Kekuatan jika pemerintahan berjalan dengan benar. Tapi jika tidak, umat Islam tidak segan-segan untuk mengkrtisi kebijakan pemerintah.
KUII V juga menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis yakni para peserta sepakat menyamakan pola pikir, gerak dan langkah strategis dalam rangka menghadapi tantangan umat, bangsa, dan negara, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam berpartisipasi bagi pembangunan dan kejayaan umat Islam.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat, maka hendaknya pranata sistem hukum dan perundang-undangan terus diperbaharui dengan meninggalkan berbagai produk hukum warisan kolonial Belanda dan lainnya yang bertentangan dengan Syariah Islam.
“Menangkal pula masuknya produk hukum yang mengandung sekularisme, liberalisme, dan kapitalisme,” ujar Prof Chamamah, dari Tim Perumus Rekomendasi membacakan hasil sidang Komisi Rekomendasi Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) V, pada Sidang Pleno Terakhir, Ahad (9/5) di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta.
Di samping itu Chamamah pun menegaskan bahwa ketentuan perundang-undangan yang bertentangan dengan prinsip keadilan termasuk di dalamnya keadilan ekonomi harus direvisi.
“Setujuuu…!” ujar ratusan peserta kongres ketika Ketua SC KH Din Syamsuddin menanyakan apakah peserta kongres setuju dengan hasil rekomendasi setebal 10 halaman tersebut.
Memang tidak bisa dibantah lagi bahwa ketiga ide (Sekulerisme, Liberalisme, dan Kapitalisme) inilah yang menjadikan kehidupan rakyat Indonesia Muslim maupun nonmuslim semakin tidak nyaman. Sekulerisme hanya mencetak mental munafik dimana keimanan bisa lepas begitu saja hanya karena uang suap yang jumlahnya juga tidak seberapa. Lihat saja betapa banyak kasus suap yang terungkap akhir-akhir ini, dan sangat disayangkan pelakunya adalah seorang yang mengaku beragama Islam. Liberalisme menjadikan generasi pemuja hawa nafsu, mengedepankan kesenangan pribadi tanpa memperhatikan dampak buruknya di kemudian hari, baik bagi diri pelakunya sendiri mampun orang lain di sekitarnya. Kapitalisme hanya menjadikan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin makin menganga, jadilah akhirnya yang kaya semakin kaya dan si miskin makin miskin.
Semoga hasil rekomendasi KUII V ini dapat diterima dan dilaksanakan oleh semua lapisan rakyat Indonesia, mulai dari para pemimpin dan pejabat, pegawai, pengusaha, ulama, dosen, guru, mahasiswa, pelajar dan masyarakat lain. Sebab dengan kita masih menerapkan hukum warisan Belanda dan kroninya seperti Sekulerisme, Liberalisme, dan Kapitalisme sama saja dengan kita membiarkan diri dan negeri ini terus dijajah dan semakin rusak.
“Rusaknya masyarakat adalah karena rusaknya penguasa. Rusaknya penguasa adalah karena rusaknya ulama. Rusaknya ulama adalah karena cinta harta dan kedudukan.” (Imam Al Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin 11/191)